_Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu_
Penulis
Bapak Hidayaturrahman
(Dosen STAI Al-Qudwah)
Ada satu kata yang patut
dibayangkan. Hanya dibayangkan. Karena ia tak memungkinkan untuk dilihat
apalagi diraba. Lalu renungkanlah kata itu di dasar samudera jiwa yang bening.
Maknailah satu persatu setiap peristiwa
yang ditayangkan oleh kata itu. Lakukanlah dengan segenap penghayatan,
hingga senar-senar jiwapun juga terlibat, bergetar mengalunkan istighfar dan tasbih. Bahkan air
matapun ikut serta kemudian ia deras menetes. Apakah kata itu? Kemudian tahukah
apakah kata itu? Kata itu adalah kampung keabadian; hari kiamat. Itulah kata
yang yang akan meracik hati jadi lembut, menyentuh hati jadi hidup. Menggerus
kesombongan dan melahirkan ketawaduan. Menenggelamkan ketamakan dan kekikiran
kemudian menerbitkan fajar kedermawanan dan kepedulian.
Kata itu telah
diulang-ulang oleh Allah di berbagai ayat dalam Al qura’an. Cobalah buka Al
Qur’an juz ke 30, Juz ini terdiri dari 36 surat, dan ternyata surat yang
berbicara tentang hari kiamat lebih dari 60% yaitu 22 surat. Allah menceritakan
Hari kiamat dengan varian kata yang berbeda-beda; ada An-Nabaul ‘Adhim artinya
berita yang agung, As-Shookhoh artinya suara yang memekakkan terlinga,
At-Thoommah artinya malapetaka besar, Al Infitor dan Al- Insyiqo’ artinya
langit yang terbelah, Yauma tublassaraair artinya hari disaat seluruh rahasia
tersingkap, Al-Zalzalah artinya goncangan dahsyat. Dan masih banyak lagi ragam
kata yang melukiskan dahsyatnya hari kiamat itu.
Cobalah buka
layar hati ini, kemudian hadirkan perlahan-lahan tayangan kepanikan hari kiamat.
Kepanikan yang kedahsyatannya melumpuhkan ingatan sang anak pada ibu bapaknya.
Mematikan ingatan sang suami pada anak istrinya dan membutakan mata ingatan
manusia pada saudaranya. Mereka lupa semuanya, tak terkecuali orang-orang yang
dicintainya. Lumpuhnya ingatan mereka dikarenakan takut dan panik untuk
mempertanggung jawabkan semua amal-amalnya. Karena kala itu balasan Allah;
nikmat dan azabNya begitu jelas tergambar di pelopak mata, sejelas matahari di puncak siang. Tak
ada lagi yang tersembunyi dan ghoib. Mereka takut dan ngeri jangan-jangan azab
menjadi balasannya lalu meremukkan tulang belulang. Muara dari kengerian dan
ketakutan itulah yang menjelmakan kepanikan begitu dahsyat hingga melucuti
semua ingatan mereka. Kepanikan semacam ini direkam oleh Allah dalam Al Qur’an
pada surat Abasa ayat 33-42.
Atau hari kiamat
yang menayangkan para durjana yang harus menelan pil pahit keputus asaan. Saat
para durjana yang tangannya berlumuran bau anyer darah rakyat jelata. Mereka
dibantai hingga tak bernyawa. Atau para maling-maling berdasi yang merampok
duit negara. Atau para jajahan –jajahan hawa nafsu yang melahab habis tubuh
wanita jalang nan nista. Mereka menjerit ketakutan penuh keputus asaan saat
Azab Allah siap merobek-robek tubuhnya yang selalu berselimut kemaksiatan.
Bahkan, saking putus asanya mereka menjerit ingin kembali kedunia dan ingin menjadi tanah dan
tak ingin menjadi manusia lagi. Itulah
jeritan ketak berdayaan di depan ganasnya siksa akhirat, seperti yang di abadikan Allah dalam surat An
Naba’ ayat 40.
Atau gemuruh
goncangan hari kiamat yang menampar kesadaran setiap insan. Kesadaran untuk
berbuat yang terbaik pada Allah baru tumbuh dan mekar kala hari kiamat
menggelar keperkasaannya. Hari itu langit terbelah. Trilyunan bintang- gemintang
rontok terkapar seketika. Laut membuncah dan tumpah menamatkan riwayat bumi.
Seluruh penghuni kubur dibangkitkan dengan aneka ragam wajah, sebagai cermin
hidup dari amalnya di dunia. Inilah peristiwa yang membuat setiap insan takluk
dan mengakui kemaha Agungan Allah. Seperti tertutur dalam surat Al infitor ayat
1-5.
Jika seperti ini kejadiaannya, maka mucullah
pertanyaan ini, “kenapa pemandangan akhirat yang tak terbayangkan itu
ditayangkan oleh Allah saat kita masih di dunia?” Inilah rahasianya, teryata
Allah hendak mengajari kita menjadi manusia besar visioner. Manusia yang
memiliki talenta menghadirkan masa depan di masa kini. Piawai meracik dan
merespon isyarat-isyarat zaman yang akan datang di masa kini. Mampu berfikir
melampaui ruang dan usianya. Pikirannya menembus ruang dan waktu. Inilah potret
manusia besar. Seperti sabda Rasulullah, “Orang cerdas itu adalah orang yang memiliki kekuatan
untuk mengendalikan nafsunya, agar produktif meracik bekal kesuksesan untuk
(kampung keabadian; ahirat) setelah kematian”. Ya. Setiap
aktivitas dunianya selalu dimaknai untuk kesuksesan ahirat. Jika ini
menjadi spirit setiap insan, Subhanallah... alangkah eloknya hidup ini. Tak ada
pemimpin kecuali adil dan kaya cinta. Tak ada pedagang kecuali jujur dan
dermawan. Tak ada anak kecuali hormat dan berbakti pada orang tuanya dan tak
ada orang tua kecuali menghadirkan cinta dan teladan terbaik untuk
anak-anaknya. Semua itu tak dilakukan kecuali tumbuhnya harapan untuk bisa
tersenyum di rumah keabadian; ahirat. Selalu terpahat di jiwanya, “Dunia adalah
jembatan emas menuju sukses ahirat”.
Kemudian,
“kenapa Allah mengulang-ulang tayangan ahirat di banyak ayat dalam Al qur’an?”
Perhatikanlah iklan politik yang ditayangkan berulang-ulang di telivisi. Satu
keinginanya, agar masyarakat yakin akan kebaikan parpol itu kemudian memilihnya
saat pemilu tiba. Walau terkadang iklan itu dibumbui kepalsuan dan
kepura-puraan. Karena pengulangan itu akan membentuk memori tersendiri di long
term memori manusia. Begitupun dengan ahirat yang pasti benar, ia diulang-ulang
tayangannya di layar televisi Al qur’an
agar manusia memiliki dua keyakinan yang pasti. Pertama. Agar manusia meyakini
bahwa ahirat itu penting dan signifikan pada kehidupan manusia. Ia akan menjadi
telaga optimisme bagi mereka yang terdholimi. Karena disana ada keadilan
hakiki. Dan ia menjadi cambuk bagi sang
durjana agar mengahiri kenistaan dan kedholimannya sebelum nyawa terlepas dari
jasadnya. Karena disana ada azab yang mengerikan, sebagai konsekwensi logis
dari ulahnya. Disini ahirat menghadirkan titik keseimbangan antara yang
didholimi dengan yang mendholimi. Yang kedua. Agar manusia sadar dan mengetahui
akan peta perjalan hidupnya yang pasti dilalui; ada stasiun alam rahim, ada
stasiun alam dunia, ada stasiun alam kubur dan terahir stasiun alam ahirat.
Maka setiap orang yang cerdas pasti mempersiapkan diri untuk perjalanan
selanjutnya. Semoga kita semua di takdirkan dan dipilih oleh Allah menjadi
hambanya yang cerdas, sehingga bekal menuju kampung kebadian tak tercecer.
Amien.
(Cong Day. Depok, 23/2/09 pukul 17.01 WIB)
Semangat berbagi .. :)
Al-Qudwah Charity
qudwah.charity@gmail.com
http://www.alqudwah-charity.blogspot.com
0818 0798 6331